Jakarta – Muktamar ke-10 Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang digelar di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9/2025), berujung ricuh. Acara yang seharusnya menjadi momentum konsolidasi partai justru diwarnai keributan antar kader hingga berujung pada klaim ganda soal siapa yang sah menjadi Ketua Umum PPP periode 2025-2030.
Kericuhan terjadi sejak sesi pembukaan. Saat Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP, Muhammad Mardiono, menyampaikan pidato, sebagian peserta menyambut dengan sorakan. Suasana semakin panas ketika sejumlah kader terlibat bentrokan fisik, bahkan melempar kursi, hingga beberapa orang dikabarkan terluka.
Meski kondisi muktamar sempat memanas, kubu Mardiono menyatakan forum berhasil menetapkan dirinya secara aklamasi sebagai Ketua Umum PPP. Klaim ini disampaikan sejumlah petinggi partai yang menilai mayoritas peserta muktamar memberikan dukungan penuh kepada Mardiono.
Namun, kubu lain yang dipimpin mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto juga mengklaim hal serupa. Agus menyebut dirinya terpilih melalui forum paripurna muktamar secara aklamasi. Bahkan, ia memastikan akan segera mendaftarkan kepengurusan hasil muktamar ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Muhammad Romahurmuziy, ikut angkat suara. Ia menegaskan klaim aklamasi terhadap Mardiono tidak benar dan dinilai sepihak. “Itu klaim pribadi yang tidak sesuai dengan fakta sidang,” tegas Romi, Minggu (28/9).
Dengan adanya dua klaim tersebut, PPP kini terancam kembali mengalami dualisme kepengurusan sebagaimana pernah terjadi di periode sebelumnya. Kondisi ini dinilai dapat semakin melemahkan posisi politik PPP yang dalam beberapa pemilu terakhir terus menurun perolehan suaranya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kemenkumham terkait siapa yang akan disahkan sebagai Ketua Umum PPP hasil Muktamar X. Biasanya, pemerintah akan melihat aspek legalitas proses, kesesuaian AD/ART, dan dukungan mayoritas dalam forum muktamar sebelum menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengesahan.
Masa depan PPP pun kini berada di ujung tanduk. Jika sengketa internal tidak segera diselesaikan, partai berlambang Ka’bah ini berpotensi kembali kehilangan soliditas dan basis dukungan menjelang kontestasi politik 2029.
