SAMARINDA – Program Gratispol dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kembali diperbincangkan seiring munculnya keluhan bahwa para mahasiswa penerimanya masih terbebani biaya hidup sehari-hari selama menjalani kuliah.
Meski telah menanggung pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), kebutuhan pokok seperti akomodasi dan konsumsi masih menjadi tantangan finansial yang signifikan.
Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, mengakui bahwa keluhan tersebut banyak disampaikan oleh mahasiswa perantau yang datang ke Samarinda atau Balikpapan dari berbagai kabupaten. Menurutnya, akar masalahnya adalah belum optimalnya kontribusi pemerintah kabupaten/kota dalam memenuhi kebutuhan di luar UKT.
“Kami melihat masih banyak mahasiswa yang merasa kesulitan dengan biaya hidup meski sudah menerima Gratispol,” ucap Seno, Rabu (3/11/2025).
Ia menggambarkan kesulitan yang dialami, misalnya, oleh mahasiswa asal Kutai Barat dalam mendapatkan hunian dengan harga terjangkau. Pemerintah Provinsi juga menilai fasilitas daerah seperti asrama mahasiswa belum digunakan secara optimal.
“Banyak kabupaten yang sebenarnya memiliki asrama di Samarinda, tapi pemanfaatannya belum maksimal untuk menampung mahasiswanya,” jelasnya.
Seno menegaskan bahwa Gratispol tidak dapat berdiri sendiri dalam menyelesaikan persoalan pembiayaan pendidikan tinggi. Diperlukan kerja sama dan program pendukung dari pemerintah daerah agar bantuan yang diterima mahasiswa bersifat komprehensif.
“Gratispol telah mengcover UKT, namun daerah perlu turun tangan untuk menjamin kebutuhan hidup mahasiswa terpenuhi,” tegas Seno.
Isu ini mendorong Pemerintah Provinsi untuk merumuskan skema kolaborasi yang lebih konkret dengan kabupaten/kota. Sinergi ini diharapkan dapat memperkuat efektivitas Gratispol sebagai program prioritas yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi kelancaran studi mahasiswa.
