Perjalanan Panjang Kelahiran Gratispol: Sebuah Catatan tentang Kecemasan, Data, dan Harapan bagi Generasi Muda Kaltim

SAMARINDA – Dalam suatu ruangan di kompleks Pemprov Kaltim, Wakil Gubernur Seno Aji membuka kembali catatan mendalam mengenai perjalanan panjang yang melatarbelakangi kemunculan Gratispol. Program yang kini dinilai sebagai lompatan penting dalam membuka akses pendidikan bagi pemuda Kalimantan Timur tersebut, menurut penuturannya, tidak muncul secara instan. Ia lahir dari proses panjang yang diwarnai kecemasan, kajian data, dan perjumpaan langsung dengan realitas di masyarakat.

Seno mengingat kembali masa saat ia masih menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua DPRD Kaltim. Berbagai dokumen anggaran daerah di mejanya memperlihatkan suatu pola: APBD Kaltim terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terutamanya sejak periode 2020 hingga 2024. Akan tetapi, di balik kenaikan itu, alokasi dana untuk pendidikan, khususnya beasiswa, justru stagnan dan tidak menunjukkan perubahan signifikan.

“Ketika melihat anggaran beasiswa yang sangat terbatas, saya yakin bahwa peningkatan alokasi akan membuka peluang belajar yang lebih luas bagi anak-anak Kaltim,” ungkapnya pada Selasa (2/12/2025). 

Kecemasan itulah yang kemudian memantik diskusi mendalam tentang masa depan pendidikan di Kaltim. Bahkan, setahun sebelum ia dan Rudy Mas’ud bersepakat berpasangan dalam Pilgub, isu perlunya memperluas akses ke perguruan tinggi telah berulang kali mereka bahas. Pembicaraan mengenai beasiswa pun berkembang menjadi diskusi yang lebih luas menyangkut pemerataan dan pendanaan pendidikan.

Gagasan tersebut kian mengkristal ketika keduanya terjun langsung ke berbagai wilayah. Dari perkotaan hingga daerah terpencil, mereka mendapati kisah serupa: banyak anak Kaltim yang terpaksa berhenti sekolah setelah SMA bukan karena kurang kemampuan, melainkan akibat keterbatasan biaya. Data yang berhasil dihimpun memperkuat temuan tersebut, menunjukkan bahwa hanya sekitar 8 persen pemuda Kaltim yang dapat melanjutkan studi ke perguruan tinggi.

“Angka tersebut mencerminkan masalah serius yang harus segera diatasi. Banyak anak kita yang ingin kuliah, namun terhambat bukan oleh faktor akademis, melainkan oleh kendala finansial,” tegas Seno. 

Dari titik inilah, wacana untuk menggratiskan Uang Kuliah Tunggal (UKT) bagi mahasiswa asal Kaltim mulai dirancang dengan lebih matang. Setelah melakukan penghitungan, Seno menemukan bahwa jumlah mahasiswa asal Kaltim diperkirakan antara 105.000 hingga 130.000 orang. Dengan memperhitungkan rata-rata UKT, kebutuhan anggarannya ternyata masih dapat dijangkau oleh belanja wajib pendidikan sebesar 20 persen dari APBD.

“Secara fiskal memungkinkan, secara sosial sangat mendesak. Dan secara moral, ini adalah tanggung jawab kita untuk memastikan anak-anak Kaltim dapat mengenyam pendidikan setinggi mungkin,” jelasnya. 

Melalui serangkaian analisis dan masukan dari masyarakat, program Gratispol akhirnya ditetapkan sebagai program andalan pasangan Rudy–Seno. Bagi Seno, dukungan luas dari masyarakat, khususnya generasi muda, membuktikan bahwa kebijakan ini muncul pada saat yang tepat. Gratispol bukan sekadar janji politik, melainkan respons atas kebutuhan nyata di lapangan.

Kini, ketika program tersebut mulai diimplementasikan, Seno menegaskan kembali bahwa Gratispol adalah hasil dari suatu proses yang panjang, bukan keputusan yang mendadak. Ia merupakan ikhtiar untuk menghadirkan harapan baru, agar pendidikan tinggi tidak lagi menjadi hak eksklusif bagi sebagian kecil orang, melainkan dapat diakses oleh setiap anak di Kalimantan Timur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top