Pemerataan Akses Listrik Tersendat di 109 Desa, Pemprov Kaltim Usung Skema PLTS Namun Terkendala Regulasi PLN

SAMARINDA — Upaya Kalimantan Timur dalam memperluas elektrifikasi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kembali mengemuka. Pemicunya, pemerintah daerah menilai ketimpangan akses energi di wilayah pedalaman belum mengalami kemajuan yang berarti.

Kendati Kaltim diketahui memiliki surplus pasokan listrik, nyatanya masih terdapat 109 desa yang belum menikmati aliran listrik yang memadai. Situasi ini mendorong tuntutan agar Pemprov segera mengakselerasi pemanfaatan energi bersih sebagai jawaban berkelanjutan.

Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyatakan bahwa pembangunan PLTS merupakan pilihan paling realistis untuk mencapai permukiman yang tidak terjangkau jaringan distribusi PLN.

Namun, dia menekankan bahwa setiap rencana investasi di bidang ketenagalistrikan tetap harus berkoordinasi dengan pemegang otoritas utama.

“Kami membuka peluang seluas-luasnya bagi investor. Namun perlu dipahami bahwa penyelenggaraan listrik di Indonesia tetap berada di bawah pengelolaan PLN,” ujar Seno pada Rabu (3/12/2025).

Menurutnya, sejumlah investor di sektor energi terbarukan telah menunjukkan ketertarikan untuk menangani proyek PLTS berskala besar di Kaltim. Akan tetapi, prosesnya tidak dapat berlangsung instan karena PLN memegang peran sebagai pembeli listrik (off-taker) dan penilai kelayakan proyek.

“Jika perhitungan teknis dan ekonomis dinyatakan feasible, langkah selanjutnya adalah mendapatkan persetujuan dari PLN. Itu merupakan prosedur baku yang wajib diikuti,” jelasnya.

Pemprov menilai kawasan terpencil dan kepulauan kecil di Kaltim merupakan wilayah yang paling prioritas untuk mendapat intervensi energi surya. Selain kendala jaringan, operasional genset berbahan bakar fosil dinilai semakin tidak efisien dan mahal bagi masyarakat.

Salah satu daerah yang dianggap perlu solusi permanen adalah Kabupaten Berau, yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir berulang kali mengalami pemadaman listrik. Kehadiran PLTS diharapkan dapat mengurangi kerentanan pasokan tersebut.

“Kami berharap investasi yang direalisasikan benar-benar tepat sasaran, yakni di area-area terpencil, agar masyarakat di lokasi isolasi energi dapat merasakan dampak positifnya,” tegas Seno.

Desakan dari Pemprov ini menggarisbawahi bahwa persoalan listrik di pedalaman bukan semata terkait infrastruktur, melainkan juga menyangkut aspek regulasi dan model bisnis yang melibatkan pemerintah daerah, investor, dan PLN.

Beberapa pengamat menilai, tanpa adanya terobosan kebijakan, Kaltim berisiko mempertahankan sistem kelistrikan yang tidak berkeadilan: berlebih di pusat kota namun tetap gelap di pelosok desa.

Kendati Kaltim diketahui memiliki surplus pasokan listrik, nyatanya masih terdapat 109 desa yang belum menikmati aliran listrik yang memadai. Situasi ini mendorong tuntutan agar Pemprov segera mengakselerasi pemanfaatan energi bersih sebagai jawaban berkelanjutan.

Wakil Gubernur Kaltim, Seno Aji, menyatakan bahwa pembangunan PLTS merupakan pilihan paling realistis untuk mencapai permukiman yang tidak terjangkau jaringan distribusi PLN.

Namun, dia menekankan bahwa setiap rencana investasi di bidang ketenagalistrikan tetap harus berkoordinasi dengan pemegang otoritas utama.

“Kami membuka peluang seluas-luasnya bagi investor. Namun perlu dipahami bahwa penyelenggaraan listrik di Indonesia tetap berada di bawah pengelolaan PLN,” ujar Seno pada Jum’at (28/11/2025).

Menurutnya, sejumlah investor di sektor energi terbarukan telah menunjukkan ketertarikan untuk menangani proyek PLTS berskala besar di Kaltim. Akan tetapi, prosesnya tidak dapat berlangsung instan karena PLN memegang peran sebagai pembeli listrik (off-taker) dan penilai kelayakan proyek.

“Jika perhitungan teknis dan ekonomis dinyatakan feasible, langkah selanjutnya adalah mendapatkan persetujuan dari PLN. Itu merupakan prosedur baku yang wajib diikuti,” jelasnya.

Pemprov menilai kawasan terpencil dan kepulauan kecil di Kaltim merupakan wilayah yang paling prioritas untuk mendapat intervensi energi surya. Selain kendala jaringan, operasional genset berbahan bakar fosil dinilai semakin tidak efisien dan mahal bagi masyarakat.

Salah satu daerah yang dianggap perlu solusi permanen adalah Kabupaten Berau, yang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir berulang kali mengalami pemadaman listrik. Kehadiran PLTS diharapkan dapat mengurangi kerentanan pasokan tersebut.

“Kami berharap investasi yang direalisasikan benar-benar tepat sasaran, yakni di area-area terpencil, agar masyarakat di lokasi isolasi energi dapat merasakan dampak positifnya,” tegas Seno.

Desakan dari Pemprov ini menggarisbawahi bahwa persoalan listrik di pedalaman bukan semata terkait infrastruktur, melainkan juga menyangkut aspek regulasi dan model bisnis yang melibatkan pemerintah daerah, investor, dan PLN.

Beberapa pengamat menilai, tanpa adanya terobosan kebijakan, Kaltim berisiko mempertahankan sistem kelistrikan yang tidak berkeadilan: berlebih di pusat kota namun tetap gelap di pelosok desa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top